Wikipedia

Hasil penelusuran

Selasa, 10 Juni 2014

PRABOWO vs WIRANTO

PRABOWO  vs  WIRANTO , Fakta Tragedi Tahun 1998


prabowo vs wiranto
prabowo-kostrad
Jika PS benar bersalah, mengapa korban-korban penculikan seperti Pius L. Lanang & Desmond J. Mahesa justru menjadi pengurus Partai Gerindra?
kerusuhan 1998
korban 1998
Jauh sebelum peristiwa Mei ’98, proses penghancuran nama baik PS sudah terjadi. Semua berawal dari rivalitas antara PS & Wiranto. Ketidak-harmonisan PS dan Wiranto memang sudah berlangsung sejak lama.
wiranto vs prabowo

Pencerahan Mengenai Jejak Rekam Prabowo Subianto dalam peristiwa 1998

Prabowo Subianto (kita sebut saja sebagai PS) lahir di Jakarta 17 Oktober 1951. Beliau adalah mantan Danjen Kopasus, Pengusaha sukses, Politisi dan calon presiden 2014. PS adalah putera dari begawan ekonomi Indonesia, Soemitro Djojohadikusumo. Beliau juga cucu dari Raden Mas Margono Djojohadikusumo yang merupakan anggota BPUPKI dan juga merupakan pendiri Bank Nasional Indonesia (BNI). Dari silsilahnya, tampak bahwaPS memiliki “darah biru” elit pemimpin Indonesia, bahkan jauh sebelum republik ini lahir. PS menikahi Titiek, puteri Presiden Soeharto. Keputusan yang tampak prospektif saat itu, namun menjadi blunder dalam hidupnya di kemudian hari. Dengan latar belakang keluarga intelektual, PS mewarisi kecerdasan ayahnya. Beliau dikenal sangat cerdas di sekolah maupun di AKABRI. Beliau adalah alumnus AKABRI (1974), namun tidak banyak yang tahu bahwa selulus SMA, PS juga diterima di Harvard University.
Karirnya di bidang militer terbilang sangat cemerlang dan membanggakan. Karir militer PS termasuk yang tercepat dalam sejarah ABRI. PS bahkan sempat disebut sebagai “The Brightest Star”. Dan dialah jenderal termuda yang meraih 3 bintang pada usia 46 tahun. Sebagai sesama orang militer, PS bisa dianggap sebagai “antitesa” dari SBY. Mungkin karena karir beliau yang banyak diisi dengan penugasan di satuan tempur. Meski sama-sama merupakan “The Rising Star” di tubuh ABRI saat itu, SBY lebih dikenal sebagai perwira intelektualnya ABRI. Berbeda dengan SBY yang cenderung analitis dan berhati-hati dalam mengambil keputusan, sebagai perwira lapangan, PS cenderung cepat “Take action”. Saat keputusan sudah dibuat, PS akan menjalankannya dengan penuh “determinasi”. Beliau siap menanggung segala konsekuensinya.
Salah satu contohnya adalah perihal peristiwa penculikan aktivis yang telah mencoreng nama baik & menjadi penyebab kehancuran karir militernya. DKP (Dewan Kehormatan Perwira) yang menyelidiki kasus ini tidak pernah mengungkapkan hasil pemeriksaannya kepada publik. Tidak juga kepada PS yang notabene menjadi tertuduhnya. Tampaknya Wiranto sengaja mengambil manfaat agar “prasangka publik” menghukum PS lebih berat daripada dosanya. Meski PS bersikeras mengatakan tak pernah perintahkan, namun beliau mengambil alih tanggung jawab anak buahnya. Saya ambil alih tanggung jawabnya, begitu kata beliau saat itu. Sikap yang harus dibayar mahal dengan hancurnya karir militer yang gilang gemilang, namun juga menunjukkan kualitas kepemimpinan PS.
Jika PS benar bersalah, mengapa korban-korban penculikan seperti Pius L. Lanang & Desmond J. Mahesa justru menjadi pengurus Partai Gerindra?
Meski begitu, kualitas kepemimpinan PS justru sudah teruji di saat-saat paling kritis yang pernah dialami negeri ini. Bagi mereka yang lelah dengan kepemimpinan yang lemah, lama mengambil keputusan, dan selalu terkesan ragu-ragu, tampaknya PS adalah jawabannya. Bagi mereka yang muak dengan pemimpin yang sibuk selamatkan diri sendiri saat ada masalah, maka PS adalah pilihan yang patut dipertimbangkan. Dibanding memilih mengorbankan anak buahnya, PS memilih untuk ambil alih tanggung jawab & menanggung sendiri resikonya.
Seorang kapten kapal yang baik bukanlah yang pertama selamatkan diri saat kapal tenggelam, tapi justru yang terakhir. Sayang, karir militer PS yang gilang gemilang itu berakhir dengan cara yang kurang mengenakkan. Bahkan bisa dikatakan memilukan. PS bisa dikatakan pihak yang dikalahkan dalam proses perebutan kekuasaan dan pengaruh di tubuh militer pada masa-masa kritis tahun 1998.
Berbicara tentang PS, kita tidak bisa lepas dari peristiwa kelam Mei 1998 yang mencoreng nama bangsa Indonesia selamanya itu. Dan sebagai pihak yang kalah, PS menjadi “kambing hitam” dari semua kejadian tersebut. Ini tentu saja berpotensi menjadi pengganjal pencapresannya. Stigma sebagai “penjahat kemanusiaan” pasti akan dimanfaatkan sebagai senjata lawan-lawan politiknya untuk menjatuhkan PS. Jika memang benar PS adalah tokoh yang bertanggung jawab terhadap peristiwa itu, maka dia sudah menerima segala hukumannya. Bayangkanlah perasaan PS yang karir gemilangnya di dunia militer yang begiitu dicintainya itu harus berhenti dengan sejuta rasa malu dan aib.
Lalu bagaimana jika semua itu tidak benar? Layakkah PS tersandera oleh prasangka tanpa bukti? Lantas layak pulakah bangsa Indonesia kehilangan kesempatan untuk dipimpin oleh putera terbaiknya, hanya karena asumsi belaka?
Untuk dapat menilai PS secara lebih obyektif, maka kami akan bahas kembali secara detail peristiwa yang terjadi di tahun 1998 itu. Kami akan jelaskan apa yang sesungguhnya terjadi pada peristiwa mei 1998 dari sudut pandang yang berbeda dari pemahaman umum selama ini.
Jauh sebelum peristiwa Mei ’98, proses penghancuran nama baik PS sudah terjadi. Semua berawal dari rivalitas antara Prabowo & Wiranto. Ketidak-harmonisan PS dan Wiranto memang sudah berlangsung sejak lama. Mungkin karena background keduanya yang jauh berbeda. PS yang kosmopolitan cenderung memiliki pola pikir yang terbuka sementara Wiranto dengan latar belakang Jawa yang sangat kental lebih tertutup. Namun PS yang terbiasa dengan persaingan terbuka sejak kanak-kanak menganggap rivalitas semacam itu sebagai hal biasa & tidak dijadikan personal. Berbeda dengan Wiranto yang berlatar belakang sangat ‘Jawa Tradisional’ itu, dia lebih mirip dengan Soeharto dalam menyikapi suatu rivalitas. Lihat saja nasib yang menimpa pesaing-pesaing Soeharto yang mengganggu karir militernya di masa lalu. Jika tidak mati, membusuk di penjara.
Indikasi ketidaksukaan Wiranto terlihat dengan absennya beliau sebagai Pangab dalam acara serah terima Pangkostrad Letjend. Soegiono kepada PS. Begitu juga saat pemberhentian secara hormat PS sebagai perwira militer, beliau mencopot tanda-tanda pangkat PS dengan satu tangan saja. Proses berakhir secara paksanya karir militer PS memang tidak bisa dilepaskan dari rivalitas perwira muda dan perwira tua. PS sebagai representasi perwira muda tentu saja menjadi sasaran tembak utama saat itu. Posisi PS saat itu benar-benar terjepit. Di satu sisi, dia adalah menantu penguasa yang sedang menjadi sasaran sentimen negatif rakyat. Di sisi lain, akibat manuver Wiranto cs, Soeharto yang masih punya pengaruh justru membencinya sampai ke ubun-ubun. Sampai-sampai kepada penggantinya (yaitu Habibie), beliau menyampaikan pesan khusus untuk “mengamankan” PS.
Bagaimana hal tersebut bisa terjadi?
Semua tidak terlepas dari peristiwa Mei yang mengerikan itu. Peristiwa yang hingga kini masih menghantui republik ini.
Sesungguhnya ada 3 tuduhan utama yang diarahkan kepada PS:
  1. Penculikan aktivis,
  2. Penembakan mahasiswa Trisakti, dan
  3. Dalang kerusuhan Mei 1998.
Tidak satupun tuduhan tersebut yang terbukti. Seandainya PS bersalah, bukankah Pangab saat itu Wiranto? Bukankah sebagai Panglima, beliau yang seharusnya paling bertanggung jawab? Mengapa hingga saat ini PS tidak pernah diberitahu tentang hasil penyelidikan DKP sehingga tidak bisa membela diri? Mengenai penembakan mahasiswa Trisakti, Wiranto juga terkesan sengaja ‘buying time’ dengan tidak mengusut kasus ini secara cepat?
Akibatnya, tuduhan kembali ke PS yang jadi bulan-bulanan opini publik, dicurigai sebagai orang di balik penembakan itu. Meski banyak sekali keanehan terhadap tuduhan ini, namun fitnah sudah mencapai sasaran, dan sekali lagi PS terlanjur menjadi pesakitannya. Tuduhan mengarahkan Prabowo di balik penembakan, dengan konspirasi anggota kopasus memakai seragam Polri sebagai pelaku penembakan snipper. Teori konspirasi ini tak pernah terbukti karena peluru snipper diatas 7 mm & proyektil peluru tertanam di korban kaliber 5,56 mm. Sementara korban dipilih secara random. Kalau snipper akan memilih misalnya pemimpin demo atau target pilihan.
Lima hari setelah insiden Trisakti, PS datang ke rumah Herry Hartanto. Di bawah Al Qur’an dia bersumpah. Di depan Syahrir Mulyo Utomo orang tua korban; Demi Allah saya tidak pernah memerintahkan pembantaian mahasiswa.
Perihal keterlibatan PS atas penembakan mahasiswa Trisakti, tanggal 14 terjadi pertemuan di Makostrad atas inisiatif Setiawan Djodi. Pertemuan antara PS & tokoh masyarakat antara lain; Adnan Buyung Nasution, Setiawan Djodi, Fahmi Idris, Bambang Widjoyanto (sekarang pimpinan KPK). Dalam pertemuan itu PS ditanya tentang keterlibatannya, dia menjawab: Demi Allah saya tidak terlibat, saya di set-up. Menurut Buyung terlihat jujur.
Peristiwa selanjutnya semakin memperkuat ketidakterlibatan PS atas peristiwa penembakan mahasiswa tersebut. Dan Puspom ABRI Sjamsu Djalal menghadapi kesulitan memaksa Kapolri Dibyo Widodo untuk menyerahkan anggotanya yang dicurigai terlibat. Di sinilah peran Wiranto terlihat. 17 hari setelah insiden itu berlalu, barulah Wiranto memanggil Dibyo dan memerintahkan untuk serahkan anggota. Itu pun anggota diserahkan ke Polda, bukan ke POM ABRI, padahal Polri saat itu masih menjadi bagianABRI dan Pangabnya adalah Wiranto. Sementara senjata sebagai barang bukti baru diserahkan tgl 19 Juni 98, hampir satu bulan sejak peristiwa terjadi. Lalu pada tahun 2000, uji balistik di Belfast, Irlandia membuktikan bahwa peluru berasal dari anggota Polri unit Gegana.
Siapa sesungguhnya di balik peristiwa itu? Siapa yang memberi perintah? Jelas bukan PS yang sebagai Pangkostrad tidak punya jalur komando ke Polri. Bagaimana dengan tuduhan PS sebagai otak di balik kerusuhan Mei ’98? Benarkah dia yang bertanggung jawab atas peristiwa tersebut? Atau kembali lagi beliau dikorbankan akibat proses perebutan kekuasaan terselubung di antara para elit militer saat itu? Apakah benar kerusuhan tersebut terjadi karena spontanitas atau ‘crime by omission’ (kejahatan karena pembiaran) atau bahkan ‘terror by design’?
Mari kita kembali ke jaman yang tidak mengenakkan itu. Kadang untuk mencari kebenaran sejarah kita butuh ‘mesin waktu’. Kita juga membutuhkan testimoni para pelakunya yang saat ini masih hidup bahkan sedang berkuasa. Sedikit dari kita yang mengetahui apa peran SBY dalam proses pergantian kekuasaan saat itu, padahal beliau juga cukup berperan. Nanti akan kita bahas.
Kembali ke bulan Mei ’98, sebagaimana menjadi kepercayaan umum bahwa penembakan mahasiswa Trisakti mengakibatkan terjadinya kerusuhan besar-besaran. Benarkahkah demikian? Bukti-bukti menunjukkan bahwa kerusuhan Mei ’98 itu bukanlah spontanitas kemarahan warga akibat peristiwa Trisakti. Adakah rekayasa pihak tertentu atau setidaknya pembiaran sehingga peristiwa itu bisa terjadi? Mari kita lihat secara jernih bukti-bukti yang ada.
trisakti 1998
Satu peristiwa yang bisa dijadikan kunci keterlibatan Wiranto pada peristiwa tersebut adalah kepergiannya ke Malang saat Ibukota sedang genting-gentingnya. Sebab Wiranto sudah tahu akan ada kerusuhan di Ibukota, tapi tetap bersikukuh untuk pergi ke Malang. Acara di Malang adalah serah terima PPRC dari Divisi I ke Divisi II, di mana Wiranto menjadi Inspektur upacaranya. Sebenarnya itu adalah acara rutin yang bisa diwakilkan. Bayangkan, untuk serah terima Pangkostrad saja dia bisa berhalangan hadir. Bagaimana mungkin dalam kondisi Ibukota genting, dia sebagai pemegang kunci komando lebih memilih jadi Inspektur upacara acara seremonial seperti itu? Sangat tidak bisa diterima akal sehat!
Apalagi mengingat tanggal 13 Mei malam Wiranto memimpin rapat Garnisun Jakarta untuk menanyakan situasi terakhir. Lebih mencurigakan lagi bahwa sesungguhnya KasumTNI Fahrur Razi saat itu sudah ditunjuk Pangkostrad PS menjadi Inspektur upacara di Malang. Tetapi sekonyong-konyong diambil alih oleh Wiranto. Suatu kebetulan atau kesengajaan?
Mungkinkah Wiranto sebagai Pangab tidak tahu menahu kondisi Jakarta? Dalam kondisi Ibukota terjadi kerusuhan, Wiranto malah pergi ke Malang dengan mengajak komandan-komandan seperti Danjen kopasus, komandan Marinir, dan lain-lain.
Lebih mencurigakan lagi, sesungguhnya PS sudah berulang kali menghubungi Wiranto untuk membatalkan kepergiannya. Wiranto menjawab “Show must goon”. Ini mirip dengan Soeharto saat tahu akan gerakan 30 September, namun sengaja tidak melakukan tindakan apapun untuk mencegahnya. Sebelumnya, saat situasi makin mengarah rusuh 12 Mei 1998, Panglima TNI Wiranto tidak memerintahkan pasukan untuk berada di Jakarta. Atas permintaan Pangdam Jaya yang mendapat perintah dari Mabes ABRI, Pangkostrad PS kemudian membantu pengamanan Ibukota.
Pangkostrad PS kemudian membantu Pangdam Jaya dengan mendatangkan pasukan dari Karawang, Cilodong, Makasar dan Malang untuk bantu Kodam. Tapi sekali lagi Wiranto tidak mau memberi bantuan pesawat hercules sehingga PS mencarter sendiri pesawat garuda dan mandala. Seharusnya jika negara dalam keadaan genting seperti itu, Panglima wajib mengambil alih komando dan secara fisik wajib berada di lokasi. Tapi yang terjadi justru tidak terlihat sedikitpun itikad baik Wiranto untuk mencegah terjadinya chaos yang menelan korban hingga ribuan orang tersebut. Anehnya justru belakangan kubu Wiranto yang melemparkan kesalahan kepada PS yang dianggap mengakibatkan kerusuhan itu.
Bukankah Wiranto sudah menggelar rapat Garnisun tanggal 13 Mei untuk menanyakan situasi terakhir?
Apakah Zaki Anwar Makarim sebagai ketua Badan Intelijen ABRI tidak pernah mengingatkan Wiranto akan ada kerusuhan?
Bukankah PS sendiri sudah mengingatkan Wiranto akan terjadi kerusuhan dan mencegahnya pergi ke Malang?
Mengapa Wiranto tidak bergeming?
Lantas apa sebenarnya tujuan Wiranto membentuk Pam Swakarsa?
Pam Swakarsa ini rencananya akan dipakai sebagai perlawanan kalangan sipil terhadap demo yang semakin menjadi-jadi saat itu. Namun belakangan dicurigai bahwa justru Pam Swakarsa inilah salah satu penyulut kerusuhan Mei tersebut. Jauh sebelum peristiwa Mei terjadi, mantan Kakostrad Kivlan Zein bersaksi bahwa dialah yang diperintahkan Wiranto untuk membentuk Pam Swakarsa.
Mengapa Wiranto menolak permohonan bantuan Hercules PS sehingga dia harus mencarter sendiri pesawat Garuda dan Mandala? Mengapa saat PS mengerahkan pasukan untuk berusaha menghentikan penjarahan ‘sistematis’ toko-toko, justru Panglima TNI melalui Kasum Fahrur Razi malah melarang pengerahan pasukan untuk membantu Kodam Jaya? Mengapa panser-panser dan pasukan yang sudah siap saat itu tidak bisa bergerak karena menunggu perintah yang tak kunjung datang? Keragu-raguankah atau kesengajaan? Yang jelas akibatnya ribuan nyawa melayang sia-sia, ratusan wanita diperkosa, aset-aset pribadi dibumihanguskan!
penjarahan 1998
Bukti lain semakin mengarah kepada Wiranto sebagai dalang sesungguhnya dari kerusuhan Mei ’98 dari pengakuan mantan Ka Puspom ABRI Sjamsu Djalal. Melihat kondisi Ibukota yang makin tidak terkendali, beliau menyarankan untuk memberlakukan jam malam, namun Wiranto tidak bergeming. Artinya ada lebih dari satu orang yang memberi peringatan kepada Wiranto saat itu, Jadi keputusannya berangkat ke Malang adalah bagian dari ‘rencana’. Makin terkuak di sini bahwa PS yang justru berupaya mengamankan situasi malah dijadikan kambing hitam sebagai pelaku kudeta.
Pertanyaan selanjutnya adalah, benarkah kerusuhan Mei itu murni spontanitas warga atau karena rekayasa dalam kaitan perebutan kekuasaan saat itu?
Mengenai pembentukan Pam Swakarsa, Kivlan Zein sudah memberi testimoni bahwa itu adalah bentukan Wiranto, dia yang ditugasi. Perintah pembentukan Pam Swakarsa diberikan oleh Wiranto. Dia memanggil Kivlan Zein untuk meminta dana dari Setiawan Djodi. Pertemuan ini diatur oleh Jimmly Asshidiqie. Dalam pertemuan tersebut, Wiranto mengatakan ini perintah Habibie. Jimmly akrab dengan Habibie dalam ICMI.
Kerusuhan yang terjadi karena spontanitas biasanya meluas dengan menjalar, tidak serempak dimulai di seluruh penjuru kota dalam waktu yang bersamaan. Satu-satunya jawaban yang bisa diterima akal sehat adalah bahwa kerusuhan itu terjadi ‘by design’ dimulai berdasarkan komando pihak-pihak tertentu.
Mengapa pada pagi hari tanggal 14 Mei ada pasukan dari Solo diterbangkan ke Jakarta dan mendarat di Halim?
Di saat yang sama, kerusuhan terjadi bersamaan antara Jakarta dan Solo. Semua terjadi pada pagi hari di waktu yang persis bersamaan, tidak ada jeda. Seolah-olah mengisyaratkan bahwa kerusuhan di kedua kota ini sudah direncanakan matang sebelumnya dan di bawah komando yang sama. Di saat massa mulai menjarah di Jakarta, di saat yang sama kejadian serupa terjadi di Solo. Modusnya sama persis!
Jika kerusuhan itu spontanitas, mengapa dimulai secara serempak di berbagai penjuru Jakarta sekaligus Solo?
Di salah satu pertokoan, ada kesaksian seorang ibu yang mencari anaknya yang ikut masuk ke Jogja Plaza karena disuruh seseorang. Tapi dilantai 2 ditampar & disuruh keluar dan akhirnya keluar sebelum pintu ditutup dari luar? Kita tahu akhirnya Jogja Plaza dibakar.
Siapakah mereka itu?
Mungkinkah mahasiswa atau penduduk urban sengaja memasukkan massa ke dalam gedung lalu membakarnya dari luar?
Atau ada pihak tertentu yang sengaja memobilisasi massa supaya terjadi kondisi chaosyang memungkinkan pihak-pihak tertentu ambil peranan?
kerusuhan 1998
Sebagaimana yang kita ketahui selanjutnya, kondisi chaos itu sendiri akhirnya mempercepat proses jatuhnya Soeharto dari tampuk kekuasaan.
Lalu siapakah yang diuntungkan dari jatuhnya Soeharto? Apakah Wiranto cs atau PS? Yang jelas sesaat setelah lengsernya Soeharto, Wiranto sebagai Pangab dengan mudahnya menghancurkan karir militer PS.
Dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada aktivis mahasiswa 98’, kami harus sampaikan bahwa sesungguhnya kejatuhan Soeharto bukan karena demo. Tetapi lebih karena pengkhianatan para elit, baik sipil maupun militer yang mana mereka sesungguhnya bagian dari kroni Soeharto sendiri. Peristiwa jatuhnya Soeharto dari kekuasaannya itu sendiri lebih tepat dikatakan hasil dari sebuah kudeta halus (soft coup), yang memanfaatkam demonstrasi mahasiswa yang merebak di mana-mana sebagai ‘trigger’nya.
pembakaran
Rupanya dalam suasana genting jatuhnya kekuasan Soeharto itu diwarnai pula oleh rivalitas yang muncul ke permukaan di antara para perwira ABRI. Akibat lemahnya kepemimpinan Wiranto sebagai Pangab ditambah suasana yang tidak menentu, masing-masing perwira berusaha cari manfaat atas situasi tersebut. Para perwira berusaha ‘berinvestasi’ pada masa depan masing-masing, setidaknya mengamankan posisi mereka masing-masing. Pada saat itu terlihat jelas di tubuh ABRI sendiri tidak solid di bawah satu komando. Masing-masing punya agenda sendiri-sendiri dan saling curiga satu sama lain.
Salah satu contohnya adalah adanya siaran pers dari Puspen ABRI menjelang berakhirnya kekuasaan Soeharto. Siaran pers yang walau dibantah langsung oleh Wiranto namun turut mempercepat proses lengsernya Soeharto. Di mana salah satu isi dari rilis tersebut adalah dukungan terhadap sikap PBNU yang mendukung Presiden Soeharto lengser keprabon. Sebenarnya itu bukan merupakan rilis resmi ABRI karena tidak pakai kop surat dan tidak ditanda tangani. Menurut Makodongan, siaran pers dukungan terhadap sikap PBNU itu dibuat oleh Mardianto dan Kasospol saat itu, SBY !
Meski tengah malam itu juga Wiranto membangunkan seluruh perwira untuk menarik rilis itu dari seluruh media massa agar tidak diterbitkan. Namun sudah terlanjur beredar & Soeharto yang tahu tentang ini semakin kehilangan perspektif terhadap kondisi lapangan, terutama mengenai dukungan ABRI. Kejadian ini semakin memperburuk hubungan PS dan Wiranto karena dia menganggap Prabowolah yang mengadukan ini ke Presiden.
Tanggal 18 Mei, Harmoko yang selalu menjilat Soeharto akhirnya menjadi Brutus dengan meminta beliau secara arif dan bijaksana untuk mundur. Sikap Harmoko ini cukup mengejutkan mengingat keberadaannya sebagai Ketua DPR/MPR adalah semata-mata untuk mengamankan kekuasaan Soeharto. Sebelumnya dia selalu langganan dipilih sebagai menteri oleh Soeharto. Bisa dikatakan dia memperoleh segala-galanya karena Soeharto. Namun karena desakan mahasiswa & tokoh masyarakat akhirnya dia memilih untuk menyelamatkan diri sendiri. Namun begitu pernyataan pimpinan DPR/MPR itu disambut gegap gempita oleh mahasiswa yang menduduki gedung DPR & masyarakat seluruh Indonesia, tapi kegembiraan itu tidak berlangsung lama karena pukul 23.00 Wiranto menyampaikan bahwa ABRI menolak pernyataan Harmoko itu.
Melihat situasi yang semakin tidak menguntungkan kekuasaannya, sebenarnya Pak Harto sudah berniat mundur dari jabatannya. Namun dia ingin memastikan pasca mundurnya dia sebagai Presiden tidak ada chaos yang membuka peluang bagi militer untuk berkuasa.
Tanggal 19 Mei, dibuatlah pertemuan dengan beberapa tokoh masyarakat seperti Gus Dur, Nurcholis Madjid, Emha Ainun Nadjib, dll minus Amien Rais. Dalam pertemuan tersebut, Soeharto menyatakan akan membentuk Kabinet Reformasi yang akan menyiapkan pemilu. Sementara itu menjelang rencana Amien Rais yang akan mengumpulkan massa di Monas tanggal 19 Mei, Wiranto adakan rapat di Mabes. Dalam rapat yang dihadiri para perwira tinggi militer itu, kembali muncul perbedaan antara PS dan Wiranto. Dalam rapat itu Wiranto mengatakan bahwa perintah yang dibuat adalah mencegah masuknya pendemo dengan segala cara (at all cost).
PS bertanya berulang-ulang apa maksud perintah itu?
Apakah akan digunakan peluru tajam?
Tidak dijawab dengan jelas oleh Wiranto.
Kivlan Zein menggelar tank dan panser dengan perintah “lindas saja mereka yang memaksa masuk Monas!”. Kivlan Zein meminta PS agar Amien Rais membatalkan rencana demo sejuta umat di Monas. Daripada saya dimusuhi umat Islam, lebih baik saya tangkap Amien Rais, kata Kivlan. Akhirnya Amien Rais batalkan rencana demo di Monas.
Saat menghadapi Habibie PS berkata,
Pak, Bapak sepuh mungkin akan lengser. Siapkah anda menggantikannya?
Selanjutnya PS meminta Habibie untuk mempersiapkan diri. Disini terlihat bahwa Prabowo merasa tidak punya masalah dengan Habibie. Dan jika kita baca ulang berita-berita media jauh sebelumnya, juga tampak jelas hubungan kedua tokoh ini sangat akrab. Berulang kali PS menyampaikan kekagumannya pada Habibie, begitu juga sebaliknya.
PS yang berhasil meredakan situasi merasa akan dapat pujian. Maka datanglah ia ke Cendana. Tapi lacur, di situ sudah ada kelompok Wiranto yang duduk bersama-sama dengan Soeharto dan putera-puterinya. Rupanya di situ Wiranto ‘mengadukan’ tentang manuver PS yang mengindikasikan dia runtang runtung dengan Habibie dan para aktivis. Saat dia tiba, Mamiek langsung menghardik PS dengan kasar sambil mengacungkan telunjuk hanya satu inci dari hidung muka PS sambil berkata: Kamu pengkhianat! Jangan injakkan kakimu di rumah saya lagi!. PS keluar menunggu sambil bilang, Saya butuh penjelasan. Titiek istrinya hanya bisa menangis, lalu dia pulang.
Saat itu sesungguhnya PS sudah dikalahkan, kalah oleh lobby dan pendekatan Wiranto yang meyakinkan. Dalam kondisi gamang seperti itu memang Soeharto sangat rentan menerima informasi yang dipelintir. Hal yang sama akan terulang kembali pada Habibie. Kali ini Wiranto sendiri mengakui ada informasi yang salah ditangkap Habibie dari dirinya.
Sementara itu Habibie yang merasa terancam dengan rencana pembentukan Kabinet Reformasi mengeluarkan kartu As-nya. Dia dan 14 menteri Ekuin di bawah Ginandjar Kartasasmita menyampaikan keberatannya untuk menjadi bagian dari Kabinet Reformasi. Soeharto merasa benar-benar terpukul atas kejadian terakhir ini karena merasa ditinggalkan. Apalagi di antara mereka ada yang dianggap sebagai orang-orang yang dia ‘selamatkan’. Malam itu Soeharto terlihat gugup & bimbang. Suatu kejadian langka. Namun di saat-saat penuh kekecewaan itu, hadir sahabat-sahabat sejati yang menunjukkan kesetiaannya. Malam itu hadir di cendana para mantan wapres menyampaikan dukungannya, yaitu: Umar Wirahadikusuma, Sudharmono, Try Sutrisno.
Pukul 23.00 Soeharto memanggil PS, Saadilah Mursyid dan Wiranto. Beliau menyampaikan bahwa besok akan serahkan kekuasaan pada Habibie. Esok paginya, Harmoko, Syarwan Hamid, Abdul Gafur, Fatimah Ahmad, Ismail Hasan Metareum menemui Soeharto di ruang Jepara.
Ada dokumen lain lagi?
Tidak Pak”, jawab Harmoko.
Baik kalian tunggu saja di sini, saya akan laksanakan pasal 8 UUD 45.
Di Credential Room Soeharto bertemu Habibie tapi dia melengos. Soeharto sangat sakit hati dengan murid kesayangannya ini. Selesai menyampaikan pidato pengunduran dirinya, dia menyalami Habibie & kembali ke ruang Jepara. Kepada para pimpinan DPR/MPR itu dia berkata,
Saya sudah bukan Presiden lagi.
Mbak Tutut sembab matanya karena menangis. Harmoko melongo.
soeharto 1998
Pagi itu adalah pertemuan terakhir Soeharto dan Habibie. Bahkan saat kritis menjelang ajalnya pun, Habibie dilarang menemui Soeharto. Hubungan Soeharto & Habibie adalah hubungan panjang dua manusia yang berhasil menjadi pemimpin negeri ini. Soeharto sudah mengenal Habibie sejak Habibie masih anak-anak. Bahkan saat ayah Habibie meninggal, Soeharto-lah yang menyolatkannya. Soeharto-lah yang menutupkan mata ayah Habibie saat meninggal dunia. Bahkan dalam buku biografinya, Soeharto tidak segan-segan menunjukkan kepercayaan & rasa sayangnya terhadap Habibie. Soeharto pula yang mengirim utusan untuk menjemput Habibie di Jerman untuk kembali ke Indonesia. Kita belajar dari sini. bagaimana demi kedudukan, hubungan umat manusia yang begitu dalam mampu dikorbankan
Pukul 23 malam PS dan Muhdi bertemu dengan Habibie di kediamannya untuk memberi dukungan pada Presiden baru. Namun keesokannya pada tanggal 22 Mei, selesai Shalat Jumat PS mendapat kabar mengejutkan, bagai petir di siang bolong. PS di Makostradditelpon oleh Mabes AD, diminta menanggalkan benderanya. Perintah itu tak lain artinya bahwa jabatannya dicopot. PS ingat perkataan Habibie jauh sebelumnya,
Prabowo, kapan pun kamu ragu temui saya, jangan pikirkan protokoler!
Maka PS menemui Habibie yang sudah menjadi Presiden dan berkata:
Ini penghinaan bagi keluarga saya dan keluarga mertua saya.
Habibie menjelaskan kalau dia mendapatkan laporan dari Pangab bahwa ada gerakan pasukan Kostrad menuju Jakarta, kuningan dan istana. PS minta setidaknya 3 bulan di Kostrad. Habibie menolak,
Tidak, sampai matahari terbenam Anda harus menyerahkan semua pasukan!
Dari sini kembali terlihat, untuk kedua kalinya PS dikalahkan oleh lobby & pendekatan Wiranto. Kelak, Wiranto sendiri mengakui bahwa ada kemungkinan informasi yang diberikan diterima secara salah oleh Habibie. Namun kesalahpahaman apapun itu, PS sudah terlanjur menjadi pihak yang dirugikan. Hancurnya karir militer yang begitu gilang gemilang. Kita tidak pernah tahu apakah baik Soeharto maupun Habibie sama-sama salah mengartikan informasi yang disampaikan Wiranto. Atau memang ada kesengajaan melakukan misinformasi terhadap PS mengingat persaingan internal ABRI saat itu.

#Sumber  -->  Klik Disini

Senin, 09 Juni 2014

Fakta Tentang Tuduhan Penculikan Aktivis Prabowo

Nama Prabowo Subianto telah menjadi momok bagi sebuah tragedi besar ditahun 1998. Tentu sebagian kalangan yang sudah dewasa di tahun 1998 mudah mengasosiasikan Prabowo dengan suatu hal yang menyeramkan. Prabowo Subianto diasosiasikan dengan Penculikan, Penembakan Trisakti dan Dalang Kerusuhan Mei 1998. Benarkah?

Fakta Penculikan
Fakta-fakta ini saya paparkan berdasarkan kombinasi data Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF), Komnas HAM dan Komunitas Semanggi Peduli. Berdasarkan data TGPF, Komnas HAM dan Semanggi Peduli, total aktivis yang ditangkap / diamankan / diculik sebanyak 23 orang.

Sebelum masuk lebih jauh, harus disamakan terlebih dahulu penggunaan istilah dalam bahasan ini. Kosakata umum yang digunakan adalah Penculikan, istilah yang sangat provokatif dan tendensius. Namun sesungguhnya, dalam kacamata negara dan aparat, kosakata yang digunakan adalah pengamanan atau penangkapan.

Perlu diingat, situasi Indonesia saat itu cukup genting. Ancaman bom menghantui gedung-gedung Sudirman. TVRI terus menerus menayangkan kabar-kabur soal ancaman bom. Aktivis Fretilin ditemukan membawa bom di Demak. Dalam situasi genting di tengah ancaman bom, Presiden Soeharto lancarkan Operasi Mantap Jaya untuk pengamanan menjelang Sidang Istimewa MPR 1998.

Badan Intelijen ABRI (BIA) ditugaskan melaporkan daftar nama orang / aktivis yang dianggap berpotensi mengganggu stabilitas negara. Kemudian atas perintah Presiden Soeharto kepada Panglima ABRI Wiranto, dilancarkanlah Operasi Mantap Jaya.

Pelaksana tugas Operasi Mantap Jaya adalah Polri, Kopassus, Kodim Jakarta Timur dan ABRI non Kopassus. BIA bertugas memberi informasi, kemudian Polri, Kopassus, Kodim Jakarta Timur dan ABRI non Kopassus mengeksekusi lapangan.

Dari hasil penyelidikan Komnas HAM, BIA mengeluarkan 18 nama yang diistilahkan sebagai Setan Gundul. Namun berdasarkan fakta lapangan, total penangkapan sebanyak 24 orang, kelebihan 6 orang dari target awal.
Berikut hasil penyelidikan Komnas HAM terhadap Operasi Mantap Jaya yang menangkap 18 Setan Gundul.
14011657771983380566
Sumber : Dokumen Komnas HAM Tahun 2006
Berikut daftar 24 nama aktivis yang diamankan/ditangkap/diculik :

Kopassus (Tim Mawar) :
1. Haryanto Taslam (dibebaskan dan bergabung ke Gerindra)
2. Pius Lustrilanang (dibebaskan dan bergabung ke Gerindra)
3. Desmon J Mahesa (dibebaskan dan bergabung ke Gerindra)
4. Aan Rusdianto (dibebaskan dan bergabung ke Gerindra)
5. Andi Arief (dibebaskan dan menjadi Staff Istana)
6. Nezar Patria (dibebaskan dan menjadi Jurnalis)
7. Mugiyanto (dibebaskan dan menjadi Ketua IKOHI)
8. Faisol Reza (dibebaskan dan menjadi Staff Muhaimin Iskandar)
9. Rahardjo Waluyo (dibebaskan dan menjadi Ketua PSN Jokowi)

ABRI non Kopassus :
1. Yani Afri hilang (hilang sejak 7 Mei 1998)
2. Sonny (hilang sejak 26 April 1998)
3. Herman Hendrawan (hilang sejak 12 Maret 1998)
4. Deddy Hamdun (hilang sejak 29 Mei 1998)
5. Noval Alkatiri (hilang sejak 29 Mei 1998)
6. Ismail (hilang sejak 29 Mei 1998)
7. Suyat (hilang sejak 29 Mei 1998)
8. Petrus Bima Anugrah (hilang sejak Maret 1998)
9. Wiji Thukul (hilang sejak 1998)

Pasukan Lain (Tak Dikenal) :
1. Aristoteles Masoka (11 November 2001)
2. A Nasir (14 Mei 1998)
3. Hendra Hambalie (14 Mei 1998)
4. Ucok Siahaan (14 Mei 1998)
5. Yadin Muhidin (14 Mei 1998)
6. M Yusuf (7 Mei 1998)

Dari 24 nama yang diamankan/ditangkap/diculik, sebanyak 9 orang dibebaskan, sementara sisanya 15 orang hilang.
Kalau bicara soal operasi yang dituduhkan kepada Prabowo Subianto, tentunya mengacu pada 9 nama yang ditangkap Tim Mawar. Dan bukan kebetulan, hanya 9 orang itulah yang selamat dan dibebaskan. Sementara 15 orang lainnya, dimana 9 orang ditangkap oleh ABRI non Kopassus dan Pasukan Tak Dikenal, masih menghilang.

Pada Operasi Mantap Jaya, institusi yang ditugaskan mengeksekusi lapangan Polri, ABRI non Kopassus, Kodim Jakarta Timur dan Kopassus. Artinya 9 orang hilang yang dilakukan ABRI non Kopassus itu dilakukan oleh Kodim Jakarta Timur, sedangkan 6 orang hilang oleh Pasukan Tak Dikenal itu maksudnya adalah Polri. Tentunya ini perlu penelusuran lebih lanjut, khususnya mengenai 15 orang hilang oleh ABRI non Kopassus dan Pasukan Tak Dikenal.
Apakah 9 orang hilang ABRI non Kopassus itu mengacu pada Kodim Jakarta Timur?
Apakah 6 orang hilang oleh Pasukan Tak Dikenal itu mengacu pada Polri?
Mahkamah Militer telah mengadili Tim Mawar dengan tuntutan Kesalahan Prosedur pada saat penangkapan. Ganjarannya mulai dari pencopotan jabatan pemimpin Tim Mawar (seorang Mayor) hingga penjara bagi pelaku kekerasan saat interogasi.

Kesalahan Prosedur yang dimaksud adalah Tim Mawar menginterogasi dengan kekerasan tanpa koordinasi dengan atasan (Kopassus). Hasil penyelidikan TGPF, Komnas HAM dan Mahkamah Militer tidak menemukan adanya bukti perintah kekerasan saat interogasi Tim Mawar. Itulah sebabnya, pengadilan Mahkamah Militer hanya memberi hukuman kepada Tim Mawar, tidak kepada Prabowo Subianto.

Karena memang Prabowo Subianto bukanlah pihak yang mendapat mandat menjalankan Operasi Mantap Jaya. Presiden Soeharto memerintahkan pelaksanaan Operasi Mantap Jaya kepada Panglima ABRI saat itu, Wiranto. Wiranto menjabat Panglima ABRI mulai 16 Februari 1998 hingga 26 Oktober 1999.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, agak aneh kalau menuduh Prabowo Subianto sebagai pelaku penculikan aktivis. Faktanya dari 24 aktivis yang ditangkap, terdiri dari operasi 3 tim : 9 orang ditangkap oleh Kopassus (Tim Mawar), 9 orang ditangkap oleh ABRI non Kopassus dan 6 orang ditangkap oleh Pasukan Tak Dikenal.

Pengaitan Prabowo Subianto pada kisah penangkapan didasarkan pada operasi Tim Mawar semata. Dan yang orang-orang lupa adalah Tim Mawar sudah diadili dan diganjar oleh Mahkamah Militer. Penyelidikannya Mahkamah Militer pun kombinasi antara Komnas HAM dan TGPF.


Justru yang harus diselidiki lebih jauh adalah Wiranto yang menjabat sebagai Panglima ABRI saat itu beserta Kodim Jakarta Timur dan Polri. Jangan lupa, Polri saat itu masih berada dalam struktur ABRI, di bawah Panglima ABRI Wiranto.

#Sumber -->  Klik Disini

Selasa, 13 Mei 2014

Bali, Reklamasi & Revolusi

Bali.
Nama yang begitu pendek untuk sebuah pulau yang punya begitu panjang runutan masalah. Sejak tumbangnya Soekarno dan masuknya penanaman modal asing (PMA) oleh Soeharto lewat Keppres pertamanya sejak diangkat menjadi Presiden, pulau Bali sudah didesain sedemikian rupa untuk menjadi sapi perah pusat. 1965 saat Bali masih memiliki basis kuat di pertanian, secara umum petani nya lebih condong berkiblat pada PKI yang getol memperjuangkan Undang Undang Landreform.  Setelah PKI ditumpas dan masuknya PMA, makin matilah pertanian di Bali. Arah pembangunan kemudian dibelokkan ke industri pariwisata.Para petani tidak lagi berani mengungkap UU Landreform karena takut dituduh PKI. Para intelektual progresif Bali yang berpotensi menggagalkan agenda pusat dengan mudah dicap 'komunis' lalu atas restu dan dukungan penguasa, mereka beramai-ramai dihabisi. Jenazah-jenazah mereka dikuburkan secara massal di beberapa tempat yang diatasnya kini berdiri sombong hotel-hotel mewah berbintang. Yup.Secara literal, industri pariwisata di Bali memang dibangun di atas darah orangtak berdosa.

Karakter orang Bali yang kebanyakan polos, ramah dan toleran makin memudahkanlaju penguasa memeras potensi dan kekayaan Bali. Nama Bali selalu laku 'dijual'khususnya di Bali Selatan (Nusa Dua, Jimbaran, Kuta, Seminyak, Canggu).Sedikit-sedikit bikin konferensi di Bali. Alasannya selalu "memperkenalkan Bali di mata dunia". OK. Di awal era industri turisme dan Bali belum begitu terkenal seperti saat ini, jargon tersebut mungkin masih relevan. Tapi kini,atau setidaknya 10 tahun terakhir, ketika popularitas Bali sudah melebihi popularitas Indonesia, jargon tersebut masihkah relevan? Well, bagi penguasa dan pemodal, tentu saja jargon tersebut tak pernah punya masa kadaluwarsa.Selama masih bisa dijual, kenapa tidak?

Miss World digelar di Bali,para kontestan diuji 'kecerdasannya' tapi tak satupun dari mereka sadar jika pulau yang mereka singgahi ini alam dan budayanya sedang dilacurkan oleh penguasanya. Perhelatan akbar bertaraf internasional digelar, mengundangratusan CEO dan Presiden dari seluruh dunia ke Bali, apa yang Bali dapat? Cumasatu: Macet. Tapi tidak apa-apa, yang penting proyek lancar, toh penguasa dan pemodal tersebut tidak tinggal di Bali. Peduli apa mereka sama macetnya Bali?

Makin berbondong-bondonglah investor menanamkan modal-nya di Bali. Tak ketinggalan para koruptor pun ikut-ikutan investasi di Bali. Peduli setan akan ketimpangan pembangunan diBali. Peduli setan akan makin terpinggirkannya masyarakat lokal di tanahnya sendiri. Bali hanyalah angka-angka di mata para penguasa dan pemodal rakus, dan kami penduduk lokal, adalah penonton yang baik. Tanpa dibekali pendidikan yang memadai, kami dipaksa bersaing dengan tenaga kerja asing/luar Bali yang lebih terlatih. Akhirnya, diiming-imingi pekerjaan sebagai sekuriti, pelayan dan tukang kebun saja kami sudah senang. Relakan jabatan yang lebih terhormat menjadi milik tenaga kerja asing atau luar Bali. Kami, lokal, puas menjadi penonton saja.

Tapi cukup adalah cukup. Ketika ketidakadilan semakin merajalela, perlawanan punperlahan tumbuh. Sedikit demi sedikit semangat perlawanan itu mengeras dan akhirnya menemukan 'lawan' nya, yaitu mega-proyek Reklamasi Teluk Benoa seluas 838 Hektar yang merupakan proyek milik investor besar Jakarta yang didukung oleh beberapa penguasa pusat maupun daerah. Di pulau bikinan tersebut rencananya akan dibangun sirkuit F1, lapangan golf, wahana sekelas Disneyland dan lain-lain. Bali Selatan (yang sudah sumpek) dipastikan akan bertambah sumpek dan masyarakat lokal akan makin termarjinalkan secara sosial-ekonomi setelah adanya pulau baru tersebut. Kami yang gelisah akan penjajahan berkedok pembangunan dan pariwisata ini membentuk sebuah gerakan kolektif  non-political bernama ForBALI (Forum RakyatBali Tolak Reklamasi) yang terdiri dari aktivis, seniman, musisi, blogger,penulis, mahasiswa, pengacara, guru yoga hingga penggiat pariwisata. ForBALItidak didominasi orang Hindu saja, semua agama ada di kolektif ini. Di matakami, orang-orang yang percaya akan sebuah perjuangan untuk keadilan, proyekreklamasi ini bukanlah sekedar proyek, tapi merupakan simbol 'penjajahan dan pembodohan' yang harus dihentikan. Kami tidak anti dengan yang namanya pembangunan, tapi ketika pembangunan tersebut hanya didasari hitung-hitungan bisnis semata tanpa memihak pada keseimbangan ekologi dan kepentingan jangka panjang orang banyak, hal tersebut tidak boleh dibiarkan. Ini rumah kami. Masa depan rumah kami, kami yang tentukan.

Perlawanan pun kami kobarkan.Kami aktif menggelar beberapa demonstrasi, konser dan diskusi publik bertemakan Bali Tolak Reklamasi. Kami juga membuat merchandise, menciptakan lagu mars serta video klip Bali Tolak Reklamasi. Perlawanan kami berbuah manis. Movement kami mendapat banyak simpati dan dukungan, terutama dari kaum muda. Bukan hanya di Bali tapi juga dari luarBali hingga luar negeri. Seniman-seniman berkualitas seperti bang Iwan Fals, SawungJabo, Glenn Fredly, Seringai, Happy Salma, Kirana Larasati, Djenar Maesa Ayudan lain-lain ikhlas memberi dukungan tanpa diiming-imingi bayaran atau hal-hal semacam itu. Bahkan anak-anak kecil di gang-gang perumahan sempit di Bali sering kami temui menyanyikan mars Bali Tolak Reklamasi. Benar-benar perjuangan yang menyentuh grass-roots.

Semangat perlawanan kami makin menjadi-jadi, apalagi feasibility study(FS) atau studi kelayakan yang dilakukan oleh para ilmuwan Universitas Udayana Bali jelas-jelas menyatakan proyek reklamasi tersebut tidak layak. Setelah FS keluar, Gubernur Bali I Made Mangku Pastika yang sedari awal sudah terbukti mencoba segala cara untuk memuluskan proyek ini pun terpaksa menyatakan reklamasi tidak akan dilakukan. Namun anehnya, hingga detik ini ia bersikukuh tidak mau mencabut SK Reklamasi yang ia terbitkan.

Selain berbuah manis, perlawanan kami juga memiliki sisi pahitnya. Kami mulai diintimidasi dan dibenturkan dengan ormas-ormas berbadan kekar yang memang sedang marak dan menjamur di Bali. Setiap aksi demonstrasi maupun konser kami selalu didatangi orang-orang kekar. Mereka mencoba memprovokasi agar kami panas hingga mereka punya alasan untuk melakukan apa yang sudah mereka rencanakan.Untung saja tak sekalipun kami terpancing.

Saya pribadi mulai diteror,bisnis saya Twice Bar di Gang Poppies 2 mulai didatangi orang-orang 'aneh'berperawakan mirip tentara. Mereka mencoba mengais-ngais informasi tentang di mana alamat rumah saya dan hal-hal semacam itu. Sedikit cerita. Tahun 2001, kawan baik saya di Canggu pernah memimpin penduduk desa untuk melawan investor yang hendak mengeksploitasi alam desanya. Dengan tuduhan (yang tidak pernah terbukti) terlibat bom Bali 1, kawan saya akhirnya dijebak dan seluruh keluarganya dipenjara. Investor yang dia lawan saat itu adalah investor yang ada dibalik proyek reklamasi saat ini. Insting saya mengatakan mungkin ada skenario untuk menjebak saya agar saya tak bisa lagi melawan.

Lalu ada satu kejadian ganjil di Malang saat SID konser di sana. Ini tepat sehari sebelum hasil FS diumumkanke publik. Saat kami selesai manggung, bus kami meluncur menuju hotel, beriringan dengan bus St.Loco yang ada di depan kami. Saat tiba di lobby hotel, saya mendengar teriakan kesakitan yang berasal dari Beery, vokalis St.Loco.Ternyata dia disiram air keras oleh orang tak dikenal. Si penyiram langsung kabur entah kemana. Dari beberapa saksi yang sempat melihat si pelaku,terkumpul informasi bahwa sebelum melancarkan aksinya si penyiram sempat bertanya kepada staff hotel "Benar di sini hotelnya SID?" Darifakta-fakta tersebut silakan anda simpulkan sendiri, apa sebenarnya motif penyiraman air keras tersebut.

Atas saran kawan-kawan, saya cooling down sebentar. Tapi perlawanan tetap berjalan. Diskusi dan konser bertema Bali TolakReklamasi terus digelar, perlawanan dan edukasi via social-media juga semakin digencarkan.Drama reklamasi ini  seolah membawa kami kembali hidup di era 1965. Jikadulu para intelektual kiri yang dicap komunis diadu dan dihabisi oleh para tameng yang didukung RPKAD, kini penguasa di Bali mengadu kaum intelektualprogresif dengan ormas berbasis kekerasan. Perang saudara ada di depan mata.Mungkin bagi mereka, para penguasa dan pemodal, tak apalah ada sedikit darah asal pembangunan proyek reklamasi ini jadi.

Jika penguasa mencoba memenangkan perang ini dengan bermain di ranah manipulasi media, intimidasi dan kekerasan, maka kami melawan dengan cara yang lebih tampan.Dengan dana pribadi, kami ForBALI terbang ke Jakarta dan menyusun agenda demonstrasi di depan Istana Presiden dan mengadakan diskusi serta panggung musik bertema Selamatkan Pesisir Indonesia di kampus Moestopo. Kedua acara berjalan dengan sangat sukses dan dihadiri ratusan orang. Dari atas mobilpick-up, saya bersama kawan-kawan musisi Bali (Navicula, The Hydrant, TheBullhead, Made Mawut) sempat menyanyikan mars Bali Tolak Reklamasi di depan Istana Presiden. Saat kami di Jakarta, sebenarnya kondisi Jakarta sedang berduka akibat banjir yang melanda. Tapi apa boleh buat, tekad kami sudah bulat, aspirasi harus tetap kami sampaikan. Pesan saya buat Jakarta, tolong segera cari solusi besar agar Jakarta tak banjir lagi, jadi kami yang di daerah dan dijajah pusat bisa sering-sering demo ke Jakarta. Haha. Bercanda mas.

Selepas aksi kami di Jakarta, denyut gerakan Bali Tolak Reklamasi kian menjadi-jadi.Beberapa desa di Bali Selatan mulai berani terang-terangan menyatakan penolakannya.Mereka memasang spanduk-spanduk penolakan dan turun ke jalan berdemo di depan kantor Gubernur Bali. Tapi bukan Indonesia namanya jika penguasa menyikapi aspirasi rakyatnya dengan cara-cara ksatria. Kali ini cara menyikapinya sungguh“jenius” yaitu menangkap beberapa warga desa yang terlibat demo dengan tuduhan mengancam keselamatan Gubernur. Gila. Sudah dilindungi polisi, ormas kekar,dukun sakti dan lain-lain, Gubernur kami masih merasa sedemikian terancamnya. Bagi kami, penangkapan tersebut hanyalah indikasi ketakutan penguasa terhadap gerakan tolak reklamasi ini. Warga ditangkap untuk menakut-nakuti desa lain agar tidak ikut menolak reklamasi. Yup, rupanya orde baru masih belum enyah dari Indonesia.


Penangkapan empat warga Desa Sidakarya juga tidak berhasil menyurutkan gerakan Bali Tolak Reklamasi. Berbagai konser solidaritas untuk keempat warga yang ditangkap pun diadakan. SID, Nosstress, Nymphea, Patrick And The Bastard, MrBotax dan beberapa band lain turut mendukung panggung-panggung solidaritas tersebut. Desa Sidakarya bahkan makin kompak dan solid dengan penolakannya.

Perlahan, aksi-aksi solidaritas tersebut membuahkan hasil. Berbagai organisasi lokal, nasional (Komnas HAM,Kontras dll) serta internasional (Greenpeace) mengirimkan surat keberatan mereka atas penahanan tanpa bukti kuat keempat warga tersebut. Kamis 28/03/2014 akhirnya keempat warga Desa Sidakarya ditangguhkan penahanannya serta dibebaskan oleh Polda Bali. SID dan ForBALI langsung menemui mereka di desanya.Jangan sampai mereka merasa perjuangan mereka tidak ada artinya, karena sejatinya ini hanyalah awal dari sebuah kemenangan untuk rakyat dan alam Bali yang puluhan tahun dijajah kapital rakus dan kesewenangan kuasa. Jika nanti perlawanan kami berhasil, kami berharap akan bermunculan lebih banyak lagi gerakan-gerakan melawan penjajahan dan pembodohan lain yang sedang terjadi dipulau ini.

Meski banyak anak muda mendukung gerakan kami, dan gerakan ini perlahan membesar, tapi tak sedikit juga muncul suara-suara sumbang yang menuduh kami,khususnya musisi, hanya memakai isu Bali Tolak Reklamasi sebagai kendaraan untuk meraih popularitas. Masih banyak anak muda yang awam akan arti sebuah perjuangan yang tulus. Tak bisa kami salahkan juga. Kami maklum, mereka sedari kecil sudah dicekoki media mainstream yang mengajarkan mereka jika musisi yang baik adalah musisi yang tak boleh memiliki opini apapun selain opini musik dan opini tentang sosialita tolol yang hendak mereka tiduri. Seketika kami, para musisi yang menolak tunduk terhadap penjajahan dan pembodohan, terlihat aneh di mata mereka para pelahap musik dan media mainstream. Namun suara-suara sumbang tersebut tak berhasil memadamkan api kami untuk terus melawan. Apa gunanya kami bernyanyi tentang perubahan dan perlawanan jika itu hanya sebatas di mulut saja? Ini adalah bentuk pertanggungjawaban moral kami terhadap lirik-lirik yang kami tulis. Dan kami tidak takut.

Kalian dengar itu. KAMI TIDAKTAKUT!
Ditulis oleh  : JRX_SID

(Untuk info lengkap tentang gerakan Bali Tolak Reklamasi, kunjungi ForBALI dan follow @forbali13.Dukung gerakan Bali Tolak Reklamasi dengan mengisi petisi yang tersedia di webForBALI atau dengan membeli t-shirt Bali Tolak Reklamasi)

Kamis, 13 Februari 2014

Mengupas Makna Lagu-Lagu Di Album "Sunset Di Tanah Anarki" - SUPERMAN IS DEAD

Dengan Bahasa yang Lebih Besar, Dengan Tanduk yang Lebih Tajam Oleh: JRX
"What is important is to spread confusion, not eliminate it.” - Salvador Dali
Kutipan ini dipilih karena confusion adalah energi terbesar yang menyinari proses berkesenian SID beberapa tahun belakangan. Sejak album terakhir Angels and The Outsiders (2009), kami berevolusi dengan alot, bertempur dengan kedewasaan, mencoba meredefinisikan arti seni, popularitas dengan segala macam aspek. 


Semakin kami tahu, semakin kami tidak tahu. Semakin belajar, semakin banyak pula yang harus dipelajari. Mungkin dunia yang semakin absurd ini memang butuh perlawanan yang juga absurd. Dikepung ritme hidup, kami tiba di sebuah persimpangan pilihan. Apakah kami akan menjadi band yang statis berada di arena perang yang itu-itu saja, atau kami akan menjawab tantangan hati untuk membawa karya kami ke wilayah yang lebih ‘besar’ dengan target serang yang lebih ‘besar’?

Apakah kami siap untuk sebuah perubahan yang akan melibatkan banyak benci dan cinta? Akankah penikmat musik kami akan merasakan apa yang coba kami sampaikan?


Jawabannya adalah album ini: Sunset Di Tanah Anarki. 

Setelah berproses, ternyata kami tidak takut kehilangan, bahkan tidak takut akan apapun. Kami hanya takut akan musuh terbesar kami, yaitu diri kami sendiri. Kami akan merasa sangat bersalah jika harus berkesenian dan berekspresi tanpa mengikuti kata hati yang paling dalam.

Kami pun lancang memindahkan gigi untuk melanggar speed-limit kreativitas yang selama ini kami patuhi. Kami congkak menyilangkan aliran, mulai dari hardcore, drum n’ bass, metal, arena-rock, rockabilly hingga perkara orkestra. Ditambah permainan lirik di luar pakem dan pemahaman esensi yang berbeda dengan album-album kami sebelumnya. 

Kerinduan akan perubahan yang lebih baik tetap menjadi kerangka dan anarki kami pilih sebagai benang merah. Anarki sebagai an advanced form of love. Anarki sebagai mimpi agung SID yang ’rumahnya’ (Bali) sedang diluluhlantakkan secara ekonomi dan budaya. Anarki sebagai kanal pembebasan untuk jiwa yang selama ini terlelap oleh kidung syahdu hedonisme. Kembali pada kutipan Dali, confusion adalah pelatuk dari semua ini. 

Semakin kami dewasa, semakin kami bingung melihat dunia yang makin absurd, realita yang makin miskin hati, melihat alam dan peradaban diperkosa tanpa malu oleh mesin-mesin berbentuk manusia. 


Dunia yang sedang tidak baik-baik saja ini, Seakan-akan menjadi mesin pemintal lagu yang sangat produktif. Total ada 17 lagu perang yang membingkai kebingungan kami. Ada beberapa lagu yang sudah ditulis awal 2000-an, ada juga yang ditulis tak selang beberapa lama sebelum proses rekaman dimulai.


  1. Dibuka dengan "Ketika Senja (The Opening)" - Sebuah penegas identitas, dengan pride yang dilapisi baja, kami meneriakkan "Welcome Boys And Girls, To The Monument Fuck You All."
  2. Lalu "Bulletproof Heart" - Yang seolah ditulis di penjara Mexico. Tentang Malaikat yang mati sebelum terlahir, di sebuah tempat gelap di mana para setan berdo'a untuk akhir dunia.
  3. "Suara Dalam Menara" - Yang melibatkan choir ibu-ibu gereja sampai sekarang Kami masih mencari makna dari tetap dari syairnya yang absurd.
  4. "Bulan & Ksatria" - Adalah lagu cinta para pemberontak yang muak terhadap sistem kasta standar moral dan pembenaran-pembenaran semu pendahulu kita.
  5. Juga ada proyek kolaborasi lirik dengan lirikus gila Prima Geekssmile di "Belati Tuhan" yang abstrak berkisah tentang mimpi besar kaum vandalis yang harus menjadi vandalis karena itu satu-satunya jalan untuk temukan adil.
  6. "Kita Luka Hari Ini Mereka Luka Selamanya" - Adalah pesan perdamaian yang berbunyi "WE WILL SHUT THEIR MOUTH & KICK THEIR ASS FOR GOOD."
  7. "Burn The Night" - Adalah hormat drum n' bass kami untuk setiap gang di Kuta yang kerap menjadi saksi lahirnya ide-ide pembakar dunia V dari V For Vendetta akan menyukai.
  8. "Kita Adalah Belati" - Saat Kami, untuk kesekian kalinya, menyatakan perang terhadap Fasisme
  9. Tak ketinggalan romansa kami kaitkan dengan perang dan kebingungan, sudut yang dipakai saat menulis Lagu "Sunset Di Tanah Anarki" - Adalah Seorang anarkis yang diburu penguasa hingga ia harus meninggalkan sang kekasih.
  10. Romansa penuh amarah di "Forever Love Insane" - Adalah percobaan kami memadukan punk rock dan hardcore rasa murka penuh kasih yang pekat terasa.
  11. Zat gula kami suntikkan, salah satunya di "Water Not War" - Yang Terinspirasi kasus-kasus krisis Air.
  12. Langkah terlancang kami mungkin "Jadilah Legenda". - Pernikahan antara balada kelas kakap dengan anggunya orkestra dan choir gereja.
Demikian rangkuman singkat dari beberapa Lagu yang menghiasi album "Sunset Di Tanah Anarki"

Maaf Kalo ada salah dalam perkataan.. :D 
#Thanks For All Allies Comrades And Enemies. X)