Wikipedia

Hasil penelusuran

Sabtu, 03 Oktober 2015

Contoh Cerpen

Berujung pada Kekalahan

     "Aku sudah pasti akan bermain dalam turnamen bola basket terbesar di tahun ini," kata Ibram, seorang atlit bola basket di sekolah kami, Dia menunjukan sebuah ID card, yaitu pertanda kalau dia akan bermain dalam turnamen bola basket itu. "Bagaimana menurutmu brad, keren nggak ID card milikku?" pertanyaa yang Ibram tujukan kepadaku sambil mengelu-elus ID card miliknya. "Haaah . . . keren sih, tapi nggak sekeren sama yang punya!" jawabku kepada Ibram sambil memegang dan mengambil ID card miliknya. "Hehehe, yang punya juga keren, lihat aja foto di ID card itu, masa gak keren sih?" ucap Ibram sambil merebut ID card miliknya dari tanganku. Aku pun hanya bisa tersenyum dan berharap kalau Ibram tidak akan bersikap sombong. ID card itu dia simpan dalam sebuah dompet.

      Waktu itu, Aku dan Ibram sedang bersendau gurau menikmati sejuknya udara, atau istilah kerennya nongkrong, di sebuah kantin sekolah. "Bagaimana brad, besok kamu jadi nonton saya di turnamen bola basket itu apa nggak?" pertanyaan Ibram yang ditujukan kepadaku sambil menepuk pundakku. Aku pun menjawab, "Hahaha . . . emangnya kalau kamu saya tonton, kamu bakal bisa main bagus dan meraih kemenangan bram?" tiba-tiba suasana hening, "Tenang kawan, selama aku berpenampilan keren dengan sepatu mahal yang melekat di kedua kakiku, dan beberapa aksesoris keren yang melekat di tanganku ini, pasti permainanku akan bagus kawan!" ucap Ibram kepadaku sambil menatap kedua mataku dan menepuk kedua pundakku, "Jiihh... kamu tuh, kebanyakan gaya aja yaa, asal kamu tau, penampilan keren itu belum tentu permainannya bagus juga, malah nanti kalo kamu kebanyakan gaya, terus kamu gak bisa menjaga permainanmu, malah kamu sendiri yang akan dibenci banyak orang!" jawabku dengan nada santai sambil menikmati hembusan angin dan segelas es teh. "Haahh, yang penting mah penampilanku keren dulu. nggak seperti pemain futsal di sekolah kita yang penampilannya kusut dan nggak keren," jawab Ibram dengan nada sombong. Aku pun menjawab, "Heeii.. jangan begitu bram, nanti kalo kamu sombong, akhirnya kamu juga yang akan jatuh!".

      Jauh hari sebelum Ibram dipastikan bermain dalam turnamen itu, dia sudah membeli sepasang sepatu mahal dengan brand terkenal. "Bagaimana penampilanku sekarang kawan? sudah keren seperti pemain basket profesional kan?" pertanyaan Ibram yang ditujukan kepadaku saat akan memulai itu persiapan latihan basket. "Iyaa... iyaa, kamu keren kok!" jawabku kepada Ibram dengan agak kesal karena menanggapi pertanyaan Ibram terus. "Sip deh, yaudah, aku latihan dulu ya brad!" ucap Ibram kepadaku sambil bergegas menuju lapangan basket dan meninggalkan kantin sekolah.

     Keesokan harinya, pertandingan basket pun dimulai, aku duduk di bangku penonton bersama teman-teman yang lainnya untuk menyaksikan pertandingan basket sekolah kami di turnaman basket terbesar tahun ini. Semua pemain mulai memasuki lapangan basket, teriakkan penonton seakan-akan terpesona melihat para pemain basket ini. Hampir semua pemain dari tim sekolah kami berpenampilan seperti halnya artis, sepatu dengan brand terkenal melekat pada kaki-kaki mereka.
"Priitt...." tanda permainan basket sudah dimulai.

      Pada awal pertandingan kedua pihak saling jual-beli serangan, hingga pada suatu ketika para pemain basket sekolah kami mulai kehilangan konsentrasi dan sulit untuk fokus permainan dan akhirnya terjadi percakapan di lapangan permainan. "Woy... jaga nomor punggung 5 itu, jangan sampai lolos, dia adalah kunci dari permainan lawan!" teriak Ibram kepada rekan-rekannya dengan rasa kesal. Namun para pemain basket sekolah kami tetap saja belum bisa menghadang pemain nomor punggung 5 itu. "Heeii... Bram, kamu dari tadi cuma nyalahin temen-temen, kamu sendiri kenapa mainnya gak bisa fokus? kamu tuh kebanyakan gaya, penampilannya keren tapi gak ada kemampuan, mainmu gak ada greget nya sama sekali!" ucap seorang kapten tim basket sekolah kita dengan nada keras dan tegas, namanya adalah Made, tidak seperti pemain basket lainnya, hanya Made seoranglah yang penampilannya sederhana dan tidak kebanyakan gaya. "Haassh... bodo amat, yang penting aku bisa bermain di turnamen besar ini, setidaknya aku bisa bergaya dan berpenampilan seperti pemain basket internasional, kalau kita menang ataupun kalah, itu kesalahan tim, bukan kesalahan saya saja!" jawab Ibram dengan nada kerasm sombong dan frontal kepada semua teman-temannya. Pertandingan semakin panas, tim basket sekolah kita masih kesulitan untuk menerobos pertahanan lawan, bahkan tim basket sekolah kita sangat kesusahan mengatasi serangan-serangan lawan.

      "Priitt..." tanda permainan bola basket sudah berakhir, tim basket sekolah kita hanya mampu mencetak 4 poin saja, tim basket sekolah kita kalah dengan skor yang sangat teak, yakni 4 - 54 untuk kemenangan tim lawan, para pemain basket sekolah kita nampak lesuh, payah, dan ekspresi wajah yang penuh dengan rasa kecewa. Akhirnya untuk menghibur pemain basket, saya mengajak rombongan tim basket sekolah kami untuk melepas penat dan rasa lelah di suatu cafe.

      "Bagaimana kawan, masih mau kebanyakan gaya?" ucap saya kepada Ibram sambil menepuk pundak Ibram. dengan penuh rasa malu dan kecewa, Ibram menjawab "Haassshh.... tau ah, mulai sekarang aku tidak akan lagi kebanyakan gaya. mungkin kekalahan sekolah kita tadi itu karena kesalahanku, andaikan waktu itu aku tidak kebanyakan gaya dan tidak sombong, mungkin sekolah kita bisa meraih kemenangan."

      Selang beberapa waktu keudian, datang segerombolan tim futsal sekolah kita yang juga baru saja mengikti turnamen futsal antar SMA di kota ini. mereka datang dengan membawa suatu piala trophy yang bertuliskan JUARA I, serta uang hadiah sebesar Rp. 5000.000,- ." Bagaimana hasil pertandingan basket nya tadi bram?" tanya seorang kapten tim futsal sekolah kita yang bernama Adiyanto. Melihat para pemain futsal membawa pulang piala tersebut, membuat Ibram semakin menyesal dan mau, karena kemarin, Ibram sempat merendahkan pemain futsal sekolah kita, dengan rasa malu dan kecewa, Ibram pun menjawab, "Maaf kawan, kami gagal meraih kemengangan, kami kalah dengan skor yang telak, yakni 4 - 54." , mendengar jawaban tersebut, Adiyanto pun memberi semangat dan saran kepada semua pemain basket sekolah kita, "Ooohh.. tidak apa kawan, kalian semua sudah berjuang dengan baik membawa almamater sekolah, tetap semangat kawan, mungkin kalian perlu latihan lebih keras dan rutin lagi!"

     Perasaan senang dan duka rasanya meluap menjadi satu, saat kita semua berkumpul di cafe ini untuk melepas penat dan lelah, rasa terima kasih dan bangga terhadap prestasi rekan-rekan tim futsal yang telah membayar semua makanan dan minuman yang telah kita pesan dengan uang hasil jerih payah kalian di turnamen futsal itu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar